BAB 5 IBADAH DAN PEMBENTUKAN KARAKTER MUSLIM
A. Pengertian Ibadah dalam Islam
Secara etimologis kata ‘ibadah’ berasal dari bahasa Arab al-‘ibadah, yang berarti taat,
menurut, mengikut, tunduk (Ash Shiddieqy, 1985: 1). Ibadah juga berarti doa, menyembah, atau mengabdi (Munawwir, 1984: 951). Sedang secara terminologis ibadah diartikan segala sesuatu yang dikerjakan untuk mencapai keridoan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat (Ash Shiddieqy, 1985: 4). Inilah definisi yang dikemukakan oleh ulama fikih. Dari
makna ini, jelaslah bahwa ibadah mencakup semua aktivitas manusia baik perkataan maupun perbuatan yang didasari dengan niat ikhlas untuk mencapai keridoan Allah dan mengharap
pahala di akhirat kelak.
Terkait dengan ini, Ibnu Taymiyah menyatakan bahwa ibadah merupakan nama yang
digunakan untuk menyebut apa saja yang dicintai dan diridoi Allah, baik berupa perkataan,
amaliah batin, maupun amaliah zhakhir(Az-Zuhaili, 1985: I/81). Ibadah yang dimaksud Ibnu
Taymiyah ini adalah ibadah umum yang meliputi salat, zakat, puasa, haji, berbicara benar,
menyampaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung shilaturrahim,
memenuhi janji, amar makruf nahi munkar, jihad melawan orang-orang kafir dan munafik,
berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, ibnu sabil, dan binatang, berdoa,
berzikir, membaca Alquran, dan yang semisalnya (Az-Zuhaili, 1985: I/82).
B. Dasar Hukum Ibadah dalam Islam
Ibadah merupakan tugas utama manusia dalam rangka berhubungan dengan
Tuhannya (‘abdullah), di samping tugasnya sebagai khalifah Allah (khalifatullah). Manusia
yang juga disebut ‘abdun atau ‘abid (dalam bahasa Arab) sebagai hamba (penyembah)
memiliki kaitan langsung dengan Allah sebagai Al-Ma’bud (Yang Disembah). Karena itulah,
Alquran menegaskan bahwa diciptakannya manusia dan jin di dunia semata-mata untuk
menyembah-Nya. Allah berfirman:
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaKu.” (Q.S. Adz-Dzariyat, 51: 56).
Persoalan ibadah tidak dapat dilepaskan dari persoalan syariah, sebab ibadah
merupakan bagian dari syariah. Syariah Islam merupakan serangkaian aturan yang
bersumber dari pembuat syariah (al-Syari’), yaitu Allah Swt. dan Rasulullah saw yang
tampak dalam ayat-ayat Alquran dan hadis-hadis Nabi. Aturan syariah meliputi semua hal yang dilakukan oleh seorang muslim, baik yang berhubungan dengan Tuhannya maupun yang berhubungan dengan sesamanya. Hubungan yang pertama inilah yang disebut ibadah (‘ibadah) dan hubungan yang kedua disebut muamalah (mu’amalah). Para ulama membagi ibadah menjadi dua macam, yaitu ibadah mahdlah (ibadah khusus) dan ibadah ghairu mahdlah (ibadah umum) (Ash Shiddieqy, 1985: 5). Ibadah khusus adalah ibadah langsung kepada Allah yang tata cara pelaksanaannya telah diatur dan ditetapkan oleh Allah atau dicontohkan oleh Rasulullah.
-Ibadah khusus (mahdlah) memiliki kedudukan yang istimewa dalam Islam. Dalam ibadah khusus ini tidak ada rekayasa atau dibuat-buat sehingga berlaku
ketentuan pasti dan tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi. Allah telah mengatur
ibadah ini secara rinci yang diperjelas oleh Rasulullah saw. melalui sabda dan perbuatannya.
Ibadah khusus bersifat tertutup (dalam arti terbatas) dan tidak terpengaruh oleh
perkembangan waktu dan pemikiran manusia.
-Ibadah ghairu mahdlah (ibadah umum) adalah ibadah yang tata cara pelaksanaannya tidak diatur secara rinci oleh Allah dan Rasulullah. Ibadah umum ini tidak
menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi justeru berupa hubungan antara
manusia dengan manusia lain atau dengan alam yang memiliki nilai ibadah. Bentuk ibadah
ini umum sekali, berupa semua aktivitas kaum muslim (baik perkataan maupun perbuatan)
yang halal (tidak dilarang) dan didasari dengan niat karena Allah (mencari rido Allah).
C. Pelaksanaan Rukun Iman yang keenam dalam kehidupan sehari-hari
Iman kepada qada dan qadar itu seperti memahami bahwa hidup ini punya dua sisi: ada hal yang sudah ditetapkan Allah dan ada hal yang bisa kita usahakan. Qada adalah ketetapan mutlak Allah, seperti jenis kelamin kita atau kapan kita akan meninggal. Sementara qadar adalah perwujudan ketetapan Allah yang masih bisa dipengaruhi oleh usaha kita, seperti kesuksesan, kesehatan, atau rezeki.
- Dalam kehidupan sehari-hari, iman kepada qada dan qadar bisa kita terapkan dengan cara:
1.Tawakal tapi Tetap Berusaha
Misalnya, saat kita belajar untuk ujian, kita harus maksimal dalam persiapan, tapi hasilnya kita serahkan kepada Allah. Kita percaya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik sesuai dengan usaha dan takdir-Nya.
2. Tidak Mudah Putus Asa
Ketika gagal atau mengalami musibah, kita ingat bahwa semua itu sudah diatur oleh Allah. Bisa jadi, kegagalan hari ini adalah jalan menuju keberhasilan yang lebih besar di masa depan.
3. Menerima Takdir dengan Sabar
Jika kita mendapat keberuntungan, kita bersyukur. Jika menghadapi kesulitan, kita bersabar dan berusaha mencari solusi. Misalnya, saat sakit, kita berobat (ikhtiar) sambil berdoa agar diberi kesembuhan.
4. Selalu Berprasangka Baik kepada Allah
Ketika sesuatu tidak sesuai harapan, kita percaya bahwa Allah punya rencana terbaik. Misalnya, jika tidak diterima di pekerjaan yang kita inginkan, mungkin Allah sedang menyiapkan jalan yang lebih baik.
5. Tidak Hanya Pasrah Tanpa Usaha
Iman kepada takdir bukan berarti kita diam saja. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Ikatlah untamu baru bertawakal." Artinya, kita harus berusaha dulu, baru kemudian berserah diri kepada Allah.
- Hikmahnya:
- Hati lebih tenang karena percaya semua sudah diatur Allah.
- Semangat berusaha tidak mudah pudar karena yakin ada takdir baik di balik setiap ikhtiar.
- Terhindar dari kesombongan karena sadar bahwa keberhasilan adalah anugerah Allah.
D. Karakteristis Ibadah dalam Islam
Ibadah dalam Islam memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dari aspek hukum lainnya. Berikut adalah karakteristik utama ibadah dalam Islam:
1. Bersifat Tauqifiyyah
Ibadah dalam Islam bersifat tauqifiyyah, yaitu sepenuhnya berdasarkan ketentuan Allah SWT dan tidak dapat diubah oleh manusia. Pelaksanaan ibadah harus sesuai dengan nas (wahyu) yang telah ditetapkan, baik dalam bentuk Al-Qur'an maupun hadis. Contohnya, tata cara shalat harus mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana sabda beliau:
"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku melakukan shalat" (HR. Al-Bukhari).
Demikian pula, ibadah haji hanya sah jika dilakukan pada waktu yang telah ditentukan oleh Allah SWT, bukan di bulan lain seperti Ramadhan.
2. Tidak Memiliki 'Illat
Hukum-hukum ibadah tidak didasarkan pada 'illat syar’iyyah (alasan hukum) seperti halnya hukum lainnya. Misalnya, kebersihan bukanlah alasan utama diwajibkannya wudhu, melainkan semata-mata perintah Allah SWT. Begitu pula, manfaat kesehatan dari shalat bukanlah tujuan utama ibadah tersebut. Hukum ibadah hanya didasarkan pada ketetapan Allah tanpa alasan rasional yang dapat dibuktikan secara ilmiah.
3. Ditujukan Kepada Allah Semata
Ibadah hanya boleh dilakukan untuk Allah SWT tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah:
Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain-Nya"(QS. Al-Isra’: 23). Segala bentuk ibadah, baik shalat, doa, maupun dzikir, harus ditujukan kepada Allah dengan penuh keyakinan dan pengabdian.
4. Harus Dilakukan dengan Niat Ikhlas
Syarat diterimanya ibadah adalah niat yang ikhlas semata-mata karena Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu tergantung pada niatnya" (HR. Al-Bukhari).
Tanpa niat yang benar, ibadah tidak akan diterima oleh Allah SWT dan dianggap tidak sah secara syariat.
5. Melibatkan Segala Aspek Kehidupan
Ibadah dalam Islam tidak hanya terbatas pada ritual keagamaan seperti shalat, zakat, puasa, dan haji, tetapi juga mencakup segala perbuatan baik yang dilakukan dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bahkan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, bekerja, dan tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan untuk taat kepada-Nya.
6. Dilakukan Kapan Saja dan Di Mana Saja
Ibadah merupakan tujuan penciptaan manusia dan jin sebagaimana firman Allah:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku" (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Oleh karena itu, seorang Muslim harus senantiasa beribadah kapan saja dan di mana saja sesuai dengan ketentuan syariat
Karakter-karakter ini akan terbentuk dalam diri seorang muslim ketika ia
melaksanakan ibadah-ibadah pokok tersebut dengan semua ketentuan yang ada, baik yang
terkait dengan yang harus dilakukan dan anjuran-anjurannya, maupun yang terkait dengan
larangan-larangan yang harus dihindari dan dijauhinya. Misalnya, orang yang melakukan
thaharah dengan benar, maka ia akan selalu menjaga kebersihan dan kesucian baik lahir
maupun batin. Orang yang yang melakukan thaharah di samping akan selalu bersih dan suci,
ia juga terbiasa disiplin menjaga kebersihan diri dan lingkungannya serta akan selalu menjaga
sikap dan perilakunya untuk menjaga kesucian hatinya.
melaksanakan ibadah-ibadah pokok tersebut dengan semua ketentuan yang ada, baik yang
terkait dengan yang harus dilakukan dan anjuran-anjurannya, maupun yang terkait dengan
larangan-larangan yang harus dihindari dan dijauhinya. Misalnya, orang yang melakukan
thaharah dengan benar, maka ia akan selalu menjaga kebersihan dan kesucian baik lahir
maupun batin. Orang yang yang melakukan thaharah di samping akan selalu bersih dan suci,
ia juga terbiasa disiplin menjaga kebersihan diri dan lingkungannya serta akan selalu menjaga
sikap dan perilakunya untuk menjaga kesucian hatinya.
E. Asas-asas Ibadah dalam Islam
Ibadah dalam Islam memiliki asas-asas tertentu yang menjadi fondasi pelaksanaannya. Berikut adalah penjelasan mengenai asas-asas tersebut:
1. Ihsan
Ihsan adalah asas penting dalam ibadah yang mengajarkan seorang Muslim untuk menyembah Allah seolah-olah ia melihat Allah, atau setidaknya dengan keyakinan bahwa Allah melihatnya. Ihsan mencakup kesempurnaan dalam perbuatan zahir dan keikhlasan dalam hati. Rasulullah SAW bersabda:
"Ihsan adalah kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu"(HR. Muslim).
2. Ilmu
Ilmu menjadi asas ibadah karena setiap ibadah harus dilakukan berdasarkan ilmu yang benar agar sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Tanpa ilmu, ibadah berisiko dilakukan secara keliru. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang meningkatkan ketaqwaan dan menyempurnakan akhlak seseorang
3. Iman
Iman merupakan dasar utama dalam ibadah. Tanpa iman, ibadah menjadi sia-sia karena pelaksanaan ibadah adalah manifestasi dari keimanan kepada Allah SWT. Al-Qur'an menegaskan pentingnya iman sebagai landasan ibadah dalam berbagai ayat[1][2].
4. Ikhlas
Ikhlas adalah asas yang memastikan bahwa ibadah dilakukan semata-mata karena Allah SWT, bukan untuk mendapatkan pujian atau keuntungan duniawi. Tanda-tanda ikhlas antara lain tidak mengharap pujian manusia, tidak memamerkan perbuatan, dan melupakan ganjaran pahala demi mencari keridhaan Allah SWT[.
5. Sesuai Tuntunan Rasulullah SAW
Ibadah harus dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW sebagaimana dijelaskan dalam hadis:
"Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka amal itu ditolak" (HR. Muslim.
6. Kemampuan
Islam memberikan kemudahan dalam pelaksanaan ibadah sesuai kemampuan seseorang. Allah SWT berfirman:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" (QS. Al-Baqarah: 286)
Asas ini menunjukkan bahwa Islam tidak menghendaki kesulitan berlebihan dalam menjalankan ibadah.
7. Niat
Niat merupakan elemen penting dalam setiap ibadah. Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya" (HR. Bukhari).
Niat yang benar memastikan bahwa tujuan ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar